BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Mengamati
kegiatan bisnis yang jumlah transaksinya ratusan setiap hari tidak mungkin
dihindari terjadinya sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap jenis sengketa
yang terjadi selalu menutut pemecahan dan penyelsaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan perdagangan frekuensi terjadi
sengketa makin tinggi. Ini berarti makin banyak sengketa harus diselsaikan. Membiarkan
sengketa dagang terlambat diselsaikan akan mengakibatkan perkembangan
pembangunan tidak efisien, produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami
kemandulan dan biaya produksi meningkat. Konsumen adalah pihak yang paling
dirugikan, disamping itu peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
sosial kaum pekerja juga terhambat Kalaupun akhirnya hubungan bisnis ternyata
menimbulkan sengketa di antara para pihak yang terlibat, peranan penasihat
hukum dalam menyelsaikan sengketa itu dihadapkan pada alternative.
Secara
konvensional, penyelsaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau
penyelsaian senngketa dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para
pihak yang bersengketa sangat antagonistis (saling berlawanan satu sama lain).
Penyelsaian sengketa bisnis model ini tidak direkomendasikan. Kalaupun akhirnya
ditempuh, penyelesaian itu semata-matasebagai jalan terakhir (ultimatum
remedium)setelah alternatif lain diniali tidak membuahkan hasil. Proses
penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu yang lama mengakibatkan perusahaan
atau para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian. Cara penyelsaian
seperti itu tidak diterima dunia binis melalui lembaga peradilan tidak selalu
menguntungkan secara adil bagi kepentingan para pihak yang bersengketa. Sehubungan
dengan itu perlu dicari dan dipikirkan cara dan sistem penyelsaian sengketa
yang cepat, efektif dan efisien. Untuk itu harus dibina dan diwujudkan suatu
sistem penyelesaian sengketa yang dapat menyesuaikan diri dengan laju
perkembangan perekonomian dan perdagangan di masa datang. Dalam menghadapi
liberalisasi perdagangan harus ada lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan
memiliki kemampuan sistem menyelsaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah.
Di samping model
penyelesaian sengketa konvensional secara konvensional melalui litigasi sistem
peradilan, dalam praktik di Indonesia dikenalkan pula model yang relatif baru.
Model ini cukup populer di Amerika Serikat dan Eropa yang dikenal dengan nama
ADR (alternative dispute resolution) yang diantaranya meliputi negoisasi,
mediasi dan arbitrase. Penggunaan model ADR dalam penyelesaian sengketa secara
non-litigasi tidak menutup peluang penyelesaian makalahadedidiikirawan
deperkara tersebut secara litigasi. Penyelesaian sengketa secara litigasi tetap
dipergunakan manakala penyelesaian secara nonlitigasi tersebut tidak membuahkan
hasil. Jadi penggunaan ADR adalah sebagai salah satu mekanisme
penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan mepertimbangkan segala bentuk
efesiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan
bagi para pihak yang bersengketa.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan
Definisi dan pengetian sengketa bisnis
2. Menjelaskan
bagaimana timbulnya sengketa bisnis
3. Menjelaskan
cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut pandang pembuat keputusan dan dari
sudut pandang prosesnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI DAN PENGERTIAN
SENGKETA BISNIS
A.
DEFINISI
·
Sengketa
Menurut Evans
and Newnham (1998:121) sengketa adalah “perselisihan atau pertengkaran dalam
suatu keadaan yang tidak dikehendaki oleh setiap orang sehat akal dan pikiran
manusia”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara
kelompok atau organisasi terhadap satu objek permasalahan.
·
Teori persengketaan
Dalam literatur,
Teori Persengketaan juga dinamakan dengan Teori Konflik. Pengertian Konflik itu
sendiri dirumuskan oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin bahwa, konflik
adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (perceived divergence of
interest), atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik
tidak dicapai secara simultan (secara serentak).
B.
PENGERTIAN
Pengertian sengketa
bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which arises
during the course of the exchange or transaction process is central to market
economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Menurut
Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu
atau kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan
yang lain.
Menurut Ali Achmad,
sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat diatas
dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara
kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi
yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis.
mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari
terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul
dikarenakan berbagai alasan dna masalah yang melatar belakanginya, terutama
karena adanya conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang
timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis
atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis.
Secara rinci sengketa bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :
1. Sengketa
perniagaan
2. Sengketa
perbankan
3. Sengketa
Keuangan
4 Sengketa
Penanaman Modal
5. Sengketa
Perindustrian
6. Sengketa
HKI
7. Sengketa
Konsumen
8. Sengketa
Kontrak
9. Sengketa
pekerjaan
10. Sengketa
perburuhan
11 Sengketa
perusahaan
12. Sengketa
hak
13. Sengketa
property
14. Sengketa
Pembangunan konstruksi
2.2 TIMBULNYA SENGKETA
Dalam menjalankan
bisnis disamping untuk mendapatkan keuntungan dan profit guna keberlangsungan
usahanya, tentu tidak selalu dalam kondisi yang baik atau tentram. Sehingga
timbulah sengketa atau permasalahan hukum dalam bisnis yang mereka jalankan.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan komplek melahirkan berbagai macam bentuk
kerja sama bisnis, mengingat kegiatan bisnis yang semakin bisnis, maka tidak
mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat.
Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatar
belakanginya, terutama karena adanya conflict of interest diantara para pihak.
Menyelesaikan adalah
hal yang sangat tepat, apakah dilakukan di pengadilan atau di luar pengadilan.
Kedua-duanya bisa dilakukan guna menyelesaikan masalah tersebut.
Dampak
sengketa
1.
Perkembangan bisnis tidak efisien
2. Produktifitas
3. Konsumen
dirugikan
4.
Solusi litigasi dan non litigasi
2.3
CARA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
A. Dari Sudut Pandang Pembuat Keputusan
1. Adjudikatif :
mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan
pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
2. Konsensual/Kompromi
: cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat
win-win solution.
3. Quasi Adjudikatif : merupakan
kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
B.
Dari Sudut Pandang Prosesnya
1.
Penyelesaian Melalui proses Litigasi
Litigasi : merupakan
mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan
pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya adalah :
1. Pengadilan umum
Pengadilan Negeri
berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :
1) Prosesnya sangat
formal
2) Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak
tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
5) Orientasi ke
pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
6) Persidangan
bersifat terbuka
2. Pengadilan niaga
Pengadilan Niaga adalah
pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai
kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga
mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Prosesnya
sangat formal
2) Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3) Para pihak
tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4) Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5) Orientasi pada
fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6) Proses
persidangan bersifat terbuka
7) Waktu singkat.
2. Penyelesaian Melalui Proses Non_Litigasi
non Litigasi :
merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak
menggunakan pendekatan hukum formal. Selain itu banyak cara menyelesaikan suatu
pertikaian diantaranya yaitu dengan Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, dan
Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan agar pertikaian dapat
segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan membicarakan baik – baik
diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila pertikaian tidak dapat diselesaikan
diantara mereka maka dibutuhkan pihak ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya
jika tidak dapat melalui mediasi maka dibutuhkan pihak yang tegas untuk
menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak dapat diselesaikan juga maka
membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk menyelesaikan masalah
tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi.
Secara keseluruhan cara
– cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat terselesaikan. Lembaga
penyelesaiannya melalui mekanisme :
1. Arbitrase
Pengertian Arbitrase :
Istilah arbitrase
berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
1) Asas kesepakatan, artinya
kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2) Asas musyawarah, yaitu
setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik
antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3) Asas limitatif, artinya
adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu
terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang
dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4) Asa final and
binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding
atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam
klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan dengan
asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan
perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para
pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa adanya
formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan. Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam
pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.” Dalam
Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak
yang menurut hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.”
Dengan demikian
arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum
keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan.
Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna
menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Dalam banyak
perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat
mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).
Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract -
wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam
bentuk upaya hukum apapun.
Putusan Arbitrase bersifat mandiri,
final dan mengikat (seperti putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap)
sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.
Pengaturan
Mengenai Arbitrase
Menurut Pasal 1 angka 1
Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian
Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada
dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
a) Klausula arbitrase yang
tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul
sengketa (Factum de compromitendo); atau
b) Suatu perjanjian Arbitrase
tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis).
Sebelum undang-undang
Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur dalampasal 615 s/d
651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasanpasal 3 ayat(1)
Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang
makalahadedidiikirawanPokok-PokokKekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase) tetap diperbolehkan. Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang
melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian
perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala
pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi
empiris atau kenyataan dilapangan.
Sejarah
Arbitrase
Keberadaan arbitrase
sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa
makalahadedidiikirawansebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan.
Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement
op de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement ( HIR )
ataupun Rechtsreglement Buiten Govesteb ( RBG, karena semula Arbitrase ini di
atur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of de rechtvordering.
Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi dengan
diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999.
Dalam Undang Undang
nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase
dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan
bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau
melalui arbitrase tetapmakalahadedidiikirawan diperbolehkan, akan tetapi
putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin
atau perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan.
Objek
Arbitrase
Objek perjanjian
arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga
arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yangmakalahadedidiikirawan
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa.
Adapun kegiatan dalam
bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman
modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2) UU
Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketamakalahadedidiikirawan
yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian
sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851
s/d 1854.
Jenis-jenis
Arbitrase
Arbitrase dapat berupa
arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen
(institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang
sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion
Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati
oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah
klausul arbitrase.
Arbitrase institusi
adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan arbitrase
berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini dikenal
berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase seperti
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional
seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber
of Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The
International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di
Washington. Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase
sendiri-sendiri.
BANI
(Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai
berikut:
"Semua sengketa
yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedur
arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,sebagai
keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar klausul arbitrase UNCITRAL
(United Nation Comission ofInternational Trade Law) adalah sebagai
berikut:
"Setiap sengketa,
pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini,
atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan
melalui arbitrase sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut Priyatna
Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase.
Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan
apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna
menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah
sengketa timbul.
Keunggulan
dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan arbitrase
dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30 tahun 1999
dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase
dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :
kerahasiaan sengketa para pihak
terjamin ;
1.
keterlambatan yang diakibatkan karena
hal prosedural dan administratif dapat dihindari
2. para
pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki
makalahadedidiikirawanlatar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan,
serta jujur dan adil
3. para
pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya
4. para
pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase
5.
putusan arbitrase merupakan putusan yang
mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung
dilaksanakan.
Disamping
keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan
arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah
masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan
untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup
jelas.
2. Negosiasi
Pengertian
Negosiasi :
· Proses yang melibatkan
upaya seseorang untuk mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang
lain.
· Proses untuk mencapai
kesepakatan yang menyangkut kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu
dengan sikap, sudut pandang, dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu
dengan yang lain.
· Negosiasi adalah suatu
bentuk pertemuan antara dua pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua
belah pihak bersama-sama mencari hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola
Perilaku dalam Negosiasi:
· Moving against
(pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui, menunjukkan
kelemahan pihak lain.
· Moving with
(pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan, menyetujui,
membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
· Moving away (with drawing):
menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan, berdiam diri, tak
menanggapi pertanyaan.
· Not moving (letting
be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and now”,
mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Ketrampilan
Negosiasi:
1)
Mampu melakukan empati dan mengambil
kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2) Mampu
menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang terlibat
dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3) Mampu
mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan
tuntutan di luar perhitungan.
4) Mampu mengungkapkan
gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami
sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5)
Memahami latar belakang budaya pihak
lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk
mengurangi kendala.
Negosiasi
dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi tak
tertutup kemungkinan masing-masing pihak
memiliki hiden agenda. Hiden agenda adalah gagasan
tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi
justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang
bersangkutan.
Negosiasi
dan Gaya Kerja
1)
Cara bernegosiasi yang dilakukan oleh
seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya kerjanya.
2)
Kesuksesan bernegosiasi seseorang
didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja dan latar belakang budaya
pihak lain.
Fungsi
Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
1)
Informasi memegang peran sangat penting.
Pihak yang lebih banyak memiliki informasi biasanya berada dalam posisi yang
lebih menguntungkan.
2) Dampak
dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan
lebih dulu.
3)
Jika proses negosiasi terhambat karena
adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua pihak,
maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada
sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Teknik
Negoisasi
Secara umum terdapat
beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:
1)
Tahap negoisasi kompetitip
2) Tahap
negoisasi koperatif
3) Tahap
negoisasi lunak dan keras
4) Tahap
negoisasi interest based
3. Mediasi
Pengertian
mediasi :
Mediasi adalah proses
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan
dibantu olehmediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan
yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan
hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama
proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari
para pihak.
Prosedur
Untuk Mediasi
• Setelah perkara dinomori, dan
telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat
penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
• Setelah pihak-pihak hadir,
majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang
berperkara tersebut.
• Selanjutnya mediator menyarankan
kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan
damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
• Mediator bertugas selama 21 hari
kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan
kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika terdapat perdamaian,
penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
Mediator adalah pihak
netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
1)
Netral
2) Membantu
para pihak
3)
Tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian
Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.
Tugas
Mediator
1)
Mediator wajib mempersiapkan usulan
jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
2) Mediator
wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
3) Apabila
dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama
proses mediasi berlangsung.
4)
Mediator wajib mendorong para pihak
untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan
penyelesaian yang terbaik bagi para pihak
Daftar
Mediator
Demi kenyamanan para
pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator yang
akan membantu menyelesaikan sengketa.
1)
Untuk memudahkan para pihak memilih
mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya
memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau
pengalaman dari para mediator.
2) Ketua
Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam
daftar mediator.
3) Jika
dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang
bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan
dalam daftar mediator.
4) Kalangan
bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua
pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang
bersangkutan.
5) Setelah
memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan
nama pemohon dalam daftar mediator.
6) Ketua
Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
7)
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan
nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara
lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan
dan pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium
Mediator
1)
Penggunaan jasa mediator hakim tidak
dipungut biaya.
2)
Uang jasa mediator bukan Hakim
ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
4. Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha
mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan suatu
rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan
itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni
konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.
Penyelesaikan
perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan. pendapat
secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator
tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para
pihak sehingga keputusan akhir merupakanmakalahadedidiikirawan proses
konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang
dituangkan dalam bentuk kesepakatan di anatar mereka.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat
yang sudah dujelaskan didalam pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atua
lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat
diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Cara penyelesaian Sengketa Bisnis
Dari sudut pandang pembuat
keputusan
a) Adjudikatif
: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan
pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
b) Konsensual/Kompromi
: cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai
penyelesaian yang bersifat win-win solution.
c) Quasi
Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
Dari sudut pandang prosesnya
a) Litigasi
: merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan
menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
1. Pengadilan
Umum
2. Pengadilan
Niaga
b) non
Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan
tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya
melalui mekanisme :
1. Arbitrase
: merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang
didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999)
2. Negosiasi
: sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling
menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi
dari yang dipertentangkan.
3. Mediasi
: Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan peran
utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan
sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
4. Konsiliasi
: Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai
persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
5. Konsultasi
6. Penilaian
Ahli
3.2 SARAN
Menyadari bahwa penulis masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak
yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik
atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan
dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.
DAFTAR
PUSTAKA
Silondae, Arus
Akbar. Aspek hukum dalam ekonomi dan bisnis. mitra wacana media. 2010
Silondae, Arus Akbar. 2013. Pokok –
Pokok Hukum Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Ilyas, Wirawan B.. 2013. Pokok –
Pokok Hukum Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Silondae, Arus
Akbar. 2010. Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media.
Fuadi, Munir.
2008. Pengantar Hukum Bisnis – Menata Bisnis Modern di Era Globalisasi.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Kantaatmadja,
Komar. 2001. Beberapa masalah dalam penerapan ADR di Indonesia dalam
prospek dan pelaksanaan Arbitrase di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti
Salam, Moch.
Faisal. 2007. Penyelesaian sengketa bisns secara nasional dan
internasional. Bandung : Mandar Maju
Hak, Nurul. 2011. Ekonomi
Islam Hukum Bisnis Syari’ah. Yogyakarta : Teras
No comments:
Post a Comment