Monday, January 20, 2020

PERGERAKAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MELALUI ORGANISASI



NAMA                        : FAZZILA PUTRI AWALNEDY



PERGERAKAN PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MELALUI ORGANISASI


1. Organisasi Awal Pergerakan

a. Budi Utomo
Pada awal abad ke-20, di Nusantara muncul bermacam-macam kelompok dan organisasi yang mempunyai konsep nasionalisme, seperti Sarekat Dagang Islam (kemudian menjadi Sarekat Islam), Budi Utomo (BU), Jong Java, Jong Celebes, Jong Minahasan, Jong Sumatranen Bond, dan lainnya. Munculnya organisasi- organisasi itu mendanai fase perubahan perlawanan pada pemerintah kolonial Belanda. Kalau sebelumnya berupa perlawanan fisik kedaerahan menjadi pergerakan nasional yang bersifat modern. Organisasi-organisasi itu mengusung tujuan yang sama, yakni untuk lepas dari penjajahan. Budi Utomo Boedi Oetomo (BO) atau Budi Utomo (BU) adalah pergerakan nasional yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1908, di Jakarta. Organisasi ini dirintis oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. BU didirikan dengan tujuan untuk menggalang dana untuk menolong anak-anak bumiputra yang kekurangan dana. Namun ide itu kurang memperoleh dukungan dari Kaum Tua. Ide dr. Wahidin itu lalu diterima dan kembangkan oleh Sutomo. Seorang mahasiswa School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten (STOVIA). Sutomo kemudian dipilih sebagai ketua organisasi itu. Sebagian besar pendiri BU adalah pelajar STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo, dan RT Ario Tirtokusumo. Pada tanggal 29 Agustus 1908, dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan BU di Yogyakarta.
Para tokoh pendiri BU berpendapat bahwa untuk mendapatkan kemajuan, maka pendidikan dan pengajaran wajib menjadi perhatian utama. Organisasi itu memiliki corak sebagai organisasi modern, yaitu memiliki pimpinan, ideologi dan keanggotaan yang jelas. Corak baru itu lalu diikuti oleh organisasi-organisasi lain yang membawa pada perubahan sosial-politik. Organisasi BU bersifat kooperatif pada pemerintah kolonial Belanda. BU bersifat tidak membedakan agama, keturunan, dan jenis kelamin. Pada mulanya organisasi ini orientasinya hanya sebatas pada kalangan priyayi, namun pancaran etnonasionalisme semakin terlihat saat dilaksanakan kongres BU yang diselenggarakan pada 3-5 Oktober 1908, di Yoyakarta.
Dalam kongres itu dibahas mengenai dua prinsip perjuangan, golongan muda menginginkan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan golongan tua mempertahankan cara lama yaitu perjuangan sosio-kultural.

b. Sarekat Islam
Pada mulanya SI lahir sebab adanya dorongan dari R.M. Tirtoadisuryo seorang bangsawan, wartawan, dan pedagang dari Solo. Tahun 1909, ia mendirikan perkumpulan dagang yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Perkumpulan itu memiliki tujuan untuk memberikan pertolongan pada para pedagang pribumi agar dapat bersaing dengan pedagang Cina. Saat itu perdagangan batik mulai dari bahan baku dikuasai oleh pedagang Cina, sehingga pedagang batik pribumi semakin terdesak. Kegelisahan Tirtoadisuryo itu diutarakan pada H. Samanhudi. Atas dorongan itu H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo (1911). Pada mulanya SI memiliki tujuan untuk kesejahteraan sosial dan persamaan sosial. Mula-mula SI adalah gerakan sosial ekonomi tanpa menghiraukan masalah kolonialisme. Jelaslah bahwa tujuan utama SDI adalah melindungi kegiatan ekonomi pedagang Islam agar dapat terus bersaing dengan pengusaha Cina. Agama Islam digunakan sebagai faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang Islam yang saat itu juga memperoleh tekanan dan kurang diperhatikan dari pemerintah kolonial. Sebagai perkumpulan dagang SDI lalu berpindah ke Surabaya yang adalah kota dagang di Indonesia. SDI selanjutnya dipimpin oleh Haji Umar Said Cokroaminoto. Cokroaminoto dikenal sebagai seorang orator yang cakap dan bijak, kemampuannya berorator itu memikat anggota-anggotanya. Di bawah kepemimpinannya diletakkan dasar-dasar baru yang memiliki tujuan untuk memajukan semangat dagang bangsa Indonesia. Banyaknya anggota muda dalam PSII membawa perbedaan paham antara golongan muda dengan golongan tua. Pada 1932, timbulah perpecahan dalam tubuh organisasi itu. Muncullah Partai Islam Indonesia (PARII) dibawah Dr. Sukiman yang berpusat di Yogyakarta. Agus Salim dan A.M. Sangaji mendirikan Barisan Penyedar yang berusaha menyadarkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Persatuan dalam PSII tidak dapat dipertahankan lagi, Sukiman kemudian memisahkan diri yang diikuti oleh Wiwoho, Kasman Singodimedjo dll. Pada tahun 1940, Sekar Maji Kartosiwiryo mendirikan PSII tandingan terhadap PSII yang dipimpin Abikusno Cokrosuyoso. Akibat perpecahan itu PSII mengalami kemunduran. Peranannya sebagai Partai Islam kemudian dilanjutkan oleh Partai Islam Indonesia yang adalah lanjutan dari PARII di bawah pimpinan Dr. Sukiman.

c. Indische Partij (IP)
Indische Partij adalah organisasi politik yang anggota-anggotanya berasal dari keturunan campuran Belanda-pribumi (Indo-Belanda) dan orang asli pribumi. Munculnya organisasi ini sebab adanya sejumlah golongan orang Indo-Belanda yang dianggap lebih rendah kedudukannya dari pada orang Belanda asli (totok). Secara hukum mereka itu masuk dalam bangsa kelas I, sebab kedudukan ayahnya yang orang Belanda. Namun demikian secara sosial sebab ibunya orang pribumi mereka anggap lebih rendah oleh golongan Belanda totok. Sejumlah orang dari golongan Indo Belanda itu kemudian mendirikan perkumpulan Indische Bond (1898). E.F.E Douwes Dekker yang lalu berganti nama Dr. Danudirjo Setiabudhi berkeinginan untuk melanjutkan Indische Bond sebagai organisasi politik yang kuat. Keinginan Douwes Dekker itu semakin menguat saat dia bertemu dengan dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantoro. Mereka lalu dikenal dengan “Tiga Serangkai”. Douwes Dekker adalah cucu Eduard Douwes Dekker atau Multatuli, seorang penulis Max Havelaar yang membela petani Banten dalam masa Tanam Paksa. Dia seorang campuran ayah Belanda dan ibunya Indo. Pengalaman hidupnya itulah yang menjiwai gerak politiknya. Kedekatannya dengan buruh perkebunan kopi, saat dia menjadi pengawas perkebunan di Jawa, yang menjadi alasan pemerintah Kolonial Belanda untuk memecatnya.

2. Organisasi Keagamaan
Pada abad ke-19, muncul gerakan pembaruan di negara-negara Islam, di Asia Barat. Pemikiran itu adalah reaksi atas tantangan Barat. Gerakan itu berpusat di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dengan pimpinan Jamaluddin Al Afghani. Pengaruh gerakan itu sampai di Indonesia dengan tokoh-tokohnya Muhammad Iqbal dan Amir Ali. Reformasi Islam dapatlah dikatakan sebagai gerakan emansipasi keagamaan, yaitu dengan perbaikan kaum muslim melalui pendidikan yang sedapat mungkin sejajar dengan pendidikan barat. Di Jakarta, tahun 1905, berdiri perkumpulan Jamiyatul khair yang mendirikan sekolah dasar untuk masyarakat Arab. Sekolah modern itu disamping mengajarkan agama juga mengajarkan pelajaran berhitung, sejarah, geografi, dll.

a. Muhammadiyah
Keberadaan organisasi BU sudah memberikan inspirasi kepada KH Ahmad Dahlan untuk mendirikan sebuah orgaisasi yang bersifat modern bernama Muhammadiyah. Organisasi yang didirikan Ahmad Dahlan pada 18 November 1912, bercirikan organisasi sosial, pendidikan, dan keagamaan. Salah satu tujuan pendirian Muhammadiyah adalah memurnikan ajaran Islam. Islam seharusnya berasal pada Al-Quran dan Al-Hadis. Tindakannya adalah amar makruf nahimunkar, atau mengajak hal baik dan mencegah hal yang jelek. Pembaruan model Wahabiyah di Arab pun dimulai, antara lain dengan manajemen organisasi modern, pendirian lembaga pendidikan dan dakwah melalui media atau surat kabar. Sistem pendidikan dibangunnya dengan cara menggabungkan cara tradisional dengan cara modern. Model sekolah Barat ditambah pelajaran agama yang dilakukan di dalam kelas. Dalam bidang kemasyarakatan organisasi ini mendirikan rumah sakit, poliklinik, dan rumah yatim piatu yang dikelola oleh lembaga-lembaga. Usaha di bidang sosial itu ditandai dengan berdirinya Pertolongan Kesengsaraan Umum (PKU) pada tahun 1923. Itulah bentuk kepedulian sosial dan tolong membantu sesama muslim.

b. Nahdlatul Ulama (NU)
Pembaruan Islam yang dilakukan di kota-kota mendorong kaum tua yang ingin mempertahankan tradisi mereka untuk mendirikan organisasi. Reaksi positif dari golongan tradisionalisme adalah lahirnya organisasi di kalangan mereka. Saat itu kebetulan bertepatan dengan akan dilakukannya Kongres Islam sedunia (1926), di Hijaz. ulama terkemuka saat itu lalu membentuk lembaga yang bernama Jam’iyatul Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926, di Surabaya. Sebagai pendiri organisasi ini adalah Kyai Haji Hasyim Ashari dan sejumlah ulama lainnya. Organisasi itu berpegang teguh pada Ahlusunnah wal jam’ah. Tujuan organisasi ini terkait dengan masalah sosial, ekonomi, dan pendidikan.
c. Organisasi Islam lainnya
Gerakan Islam modern juga dilakukan keturunan Arab di Indonesia. Pada tahun 1914 didirikan perkumpulan Al-Irsyad oleh Syekh Ahmad Surkati. Dia berkeinginan agar pendidikan agama Islam dilakukan sejak dini dan diajarkan terus menerus. Juga dikembangkannya ukhuwwah Islamijah di antara pemeluk agama Islam. Banyaknya keturunan Arab yang berdomisili di Indonesia, mendorong A.R. Baswedan untuk mendirikan Partai Arab Indonesia pada tahun 1934. Mereka berpendapat bahwa Indonesia sebagai tanah airnya, sebab mereka dilahirkan dari seorang perempuan Indonesia. Di Sumatra Barat, berdiri Sumatra Thawalib. Organisasi itu didirikan oleh kalangan pemuda Sumatra Barat, tahun 1918. Para pemuda itu mendapat pendidikan Islam di Mekah. Mereka belajar pada Syekh Akhmad Khatib, ketika kembali ke Sumatera Barat, mereka membawa pemikiran Islam modern yang digerakan oleh Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Organisasi itu memiliki tujuan untuk mengusahakan dan memajukan ilmu pengetahuan dan pekerjaan yang berguna untuk kemajuan dan kesejahteraan menurut ajaran Islam. Kemudian organisasi itu berubah menjadi Persatuan Muslim Indonesia yang memperluas tujuan, yaitu Indonesia Merdeka dan Islam Jaya.


d. Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI)
MIAI adalah gabungan dari organisasi politik dan beberapa organisasi massa yang bersifat moderat pada Belanda. Golongan Muslim yang tergabung dalam organisasi memilih sikap nonkooperasi terhadap pemerintahan kolonial. Saat Jepang berkuasa, organisasi ini mendapat kelonggaran menjalankan aktivitasnya, sementara aktivitas organisasi yang lain dilarang. Karena MIAI dilihat sebagai organisasi yang anti barat. Suatu saat seluruh pemuka agama diundang oleh Gunsikan, Mayor Jenderal Okazaki ke Jakarta. Mereka diajak untuk bertukar pendapat. Pertemuan itu menghasilkan MIAI wajib menambah azas dan tujuannya. Kegiatan MIAI menyelenggarakan badan amal dan peringatan hari keagamaan.
3. Organisasi pemuda
Di samping organisasi keagamaan juga berkembang organisasi dan partai politik. Organisasi itu masih bersifat kedaerahan dan menentang kolonialisme. Organisasi itu memiliki tujuan untuk kebangsaan dan cinta tanah air. Pada kalangan pemuda berkembang bermacam-macam gerakan untuk membebaskan tanah air dari penjajahan. Tri Koro Dharmo, didirikan di Jakarta pada 7 Maret 1915. Organisasi itu didirikan di Gedung Kebangkitan Nasional dengan ketua dr. Satiman Wiryosanjoyo. Perkumpulan itu beranggotakan pemuda-pemuda Jawa. Dalam kongresnya di Solo organisasi itu berubah nama Jong Java. Kemudian pada 1920-an Jong Java mulai melaksanakan perubahan pandangan dari kedaerahan ke nasional. Setelah Sumpah Pemuda dia berfusi dalam Indonesia Moeda. Pemuda Sumatera juga mendirikan persatuan pemuda Sumatera yang dikenal dengan Jong Sumatera Bond. Organisasi itu dirikan pada 1917, di Jakarta. Persatuan itu memiliki tujuan untuk memperkukuh hubungan antarpelajar yang berasal dari Sumatera. juga menumbuhkan kesadaran di antara anggotanya, dan membangkitkan kesenian Sumatera. Tokohnya adalah Moh. Hatta dan Moh. Yamin.
4. Organisasi Wanita
Organisasi wanita yang berkembang sebelum tahun 1920, lebih menekankan pada perbaikan status sosial di dalam keluarga. Organisasi itu juga menekankan pada pentingnya pendidikan dan masih bersifat kedaerahan. Pada tahun 1912, berdiri organisasi Putri Mardika di Jakarta. Organisasi itu memiliki tujuan untuk menolong bimbingan dan penerangan pada gadis bumiputera dalam menuntut pelajaran dan mengemukakan pendapat dimuka umum, serta memperbaiki hidup wanita sebagai manusia yang mulia. Berbagai aktivitas dilakukan organisasi itu, terutama memberikan beasiswa untuk menunjang pendidikan dan menerbitkan majalah wanita Putri Mardika. Beberapa tokoh yang pernah duduk dalam kepengurusan Putri Mardika, yaitu Sabaruddin, R.A Sutinah, Joyo Pranoto, Rr. Rukmini, dan Sadikun Tondokusumo.


5. Partai Komunis Indonesia
Dalam kongres nasional SI yang pertama penggabungan prinsip Islam dan sosialisme dibicarakan. Sosialisme dilihat sebagai simbol modern yang berlawanan dengan imperialisme. Suatu paham yang dilihat dapat membawa keadilan sosial, kemakmuran, dan kemerdekaan bangsa terjajah. Sementara itu di Belanda, Sneevliet, Brandstrder, dan Dekker mendirikan ISDV. Mereka berusaha mencari kontak dengan IP dan SI untuk mendekati rakyat tetapi tidak berhasil. Untuk mendapatkan pengaruh yang luas di kalangan masyarakat Indonesia, Sneevliet berusaha memasukkan ajaran-ajaran komunis kepada masyarakat. Pilihan Sneevliet agar dapat menguasai masyarakat yaitu melalui organisasi yang memiliki wibawa dan pengaruh yang luas, maka dipilihlah SI. Pada waktu itu SI adalah organisasi dengan pengaruh yang cukup kuat di kalangan penduduk bumiputera. Anggotanya adalah kalangan pemuda dan berpikiran radikal. Pengikut ISDV lalu membentuk fraksi dalam tubuh SI.





No comments:

Post a Comment